“Dan Allah telah berjanji
kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS.An Nuur:55)
Ketika
saya pertama kali membaca ayat ini saya begitu tertegun dan bahkan terheran-heran.
Mengapa? Karena ayat ini begitu kontradiktif dengan kehidupan umat islam pada
saat ini. Dalam ayat itu diceritakan bahwa Allah pasti menanjikan kemenangan
bagi “orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh” dengan kemenangan yang begitu
mutlak. Tapi ketika saya melihat realita kaum muslimin kini, terbersit satu
pertanyaan di hati saya. Apakah kita bukanlah termasuk “orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh”? Jika bukan golongan tersebut siapakah kita?
Akhirnya
saya menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut dalam QS. Al Hujuraat ayat 14
yang berbunyi
Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; esungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." QS.Al Hujuraat :
14.
Saya semakin paham mengapa kaum muslimin sekarang
mengalami keterbelakangan yang begitu jauh. Hal ini dikarenakan mereka hanya
beriman dalam ucapan dan hal itu belum memasukkan mereka dalam golongan
orang-orang yang beriman, padahal yang dijanjikan untuk memperoleh kemenangan
oleh Allah adalah kaum mu’minin.
Hal ini begitu menyesakkan hati saya dan saya juga
mulai berpikir jangan-jangan saya juga termasuk “golongan arab badui” tersebut, yang hanya mengaku beriman padahal
tidak melakukan ajaran-ajaran di dalam ad-dien secara kaffah. Akhirnya saya
memutuskan untuk mencari referensi tentang bagaimana karakteristik orang-orang
yang beriman. Akhirnya saya menemukan beberapa karakteristik dari orang-orang
yang beriman.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
“(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan
orang-orang yang menunaikan zakat , dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka dan budak yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela , barang siapa yang mencari di
balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, Dan orang-orang
yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang
yang memelihara shalatnya. ” (Al-Mu’minun : 1-9)
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama All]
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu)
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” QS. (Al
Anfaal : 2-4)
Abdullah bin Fahd As Sallum di daam bukunya
berjudul “Idza sahhal iman” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag dengan judul “Dahsyatnya Energi Iman yang Benar”
menjelaskan beberapa karakteristik iman yang sudah benar, antara lain:
1.
Instropeksi Diri
2.
Zuhud dalam urusan dunia
3.
Memperhatikan amalan hati
4.
Jujur dalam persaudaraan
5.
Mencari ridha Allah
6.
Dzikir kepada Allah
7.
Bergantung hanya kepada Allah
8.
Melaksanakan dakwah kepada Allah
9.
Mengosongkan diri dari selain Allah
10.
Menegakkan hakikat shalat
11.
Mengagungkan Allah dan bermuamalah dengan-Nya
seperti muamalahnya orang yang jujur, takut dan malu.
12.
Hati akan tertambat dengan Surga
13.
Merenungkan Al Qur’an yang mulia dan menempatkannya
pada kedudukan yang agung
14.
Ridha atas putusan takdir
15.
Mendapat kemenangan atas para musuh
16.
Menghargai waktu
17.
Merasa bahwa Allah telah mencukupinya
18.
Cinta kepada Allah
19.
Ilmu yang bermanfaat
20.
Bersyukur.
Sebagai penutup dari esai ini saya akan mencuplik kalimat
dari Sa’ad bin Mu’adz sebagai salah satu pimpinan kaum Anshar ketika Rasulullah
s.a.w mengabarkan kepada mereka rencana perang Badar.
"Sesungguhnya saya berbicara mewakili
orang-orang Anshar dan menjawab atas nama mereka, maka berangkatkanlah kami ke
mana anda menghendaki. Hubungilah orang yang anda kehendaki. Putuslah orang
yang anda kehendaki. Ambillah dari harta kami apa yang anda kehendaki.
Berikanlah kepada kami apa yang anda kehendaki. Apa yang anda ambil adalah
lebih kami sukai daripada apa yang anda tinggalkan. Apa saja yang anda
perintahkan, maka kami hanya mengikut perintah anda. Demi Allah seandainya anda
berjalan hingga mencapai Bark dari Ghimdan pasti kami berjalan mengikuti anda.
Seandainya anda menawarkan kepada kami untuk menyeberangi lautan ini, niscaya
kami menyeberangi bersama anda. "(HR. Ibn Abi Syaibah).
Apa seperti
demikian ini kita?